Sebuah Imaji
Bunga yang selalu menghadap Matahari, tak peduli sepanas apapun dia. |
Pada dasarnya aku tak mengenalmu. Hingga tanpa sadar setiap hari aku mengikutimu. Entah apa yang ada dibenakku. Kau tahu, rasanya aku mengagumimu. Pagi, siang, hingga akhirnya hari pun berganti.
.
Apakah aku berlebihan? Tidak juga ku rasa. Aku tau, setiap mereka memiliki perasaannya sendiri kepadamu. Begitu pun aku. Jadi jangan pula kau salahkan aku yang selalu menantimu setiap pagi.
Pagi itu yang biasa, terasa berbeda bagiku. Entah mengapa kau nampak lebih ceria dari biasanya, hingga rasanya aku turut bahagia saat memandangimu. Tak lelah, seperti biasa pandanganku menyelinap ke arahmu yang sibuk membenahi ponimu. Lalu aku memalingkan wajahku dengan cepat kala kau tiba-tiba mengubah arah pandangmu tepat ke aku.
Aaaaah. Malu rasanya. Mencuri tatapmu rupanya telah menjadi hobiku. Lekas kuhabiskan gorengan yang dari tadi ada di mejaku. Bel sudah berbunyi. Inilah perpisahan kita, sementara.
Selepas kelas siang itu, aku masih duduk saja di bangku ku, sibuk dengan beberapa buku yang berserakan di meja ku. Entah apa yang merasuki mu, tiba-tiba mengagetkanku dari belakang. Aku tersentak, kau tertawa dan berlalu begitu saja. Dasar. Awas kau ya.
Sepulang kuliah, kita berdua berjalan nyaris beriringan. Hening tanpa kata, sibuk dengan lamunan masing-masing. Hingga tak sadar kita sama-sama berhenti di depan sebuah bunga matahari. Siang itu memang tak terlalu panas. Senyummu tersimpul kala memandangi bunga itu. Ya, kau memang penggemar bunga matahari.
Pemandangan siang itu, biar aku simpan dalam album ku. Agar bisa ku lihat lagi, lagi dan lagi.
Photo & story by : @duniapopo
Comments
Post a Comment